selamat datang di blog merry

Sabtu, 28 April 2012

Sumbangan aksi mahasiswa merupakan salah satu bentuk apresiasi mahasiswa

Sumbangan aksi mahasiswa merupakan salah satu bentuk apresiasi mahasiswa dalam pengembangan kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Hal ini bisa bersifat positif maupun negatif. Bisa terjadi hal demikian jika apresiasi mahasiswa dalam bentuk demonstrasi didengar atau tidak didengar. Bentuk apresiasi merupakan salah satu bentuk simpati mahasiswa terhadap masyarakat untuk menarik perhatian pemerintah. Hal ini dilakukan karena rakyat semakin menderita, kemiskinan merajalela, lapangan pekejaan yang semakin susah sedangkan pemerintah yang melakukan korupsi semakin merajalela dan penangannya tidak adil karena masih banyak koruptur yang berkeliaran dengan bebas serta hukuman yang diberikan tidak sesuai dengan apa yang dilakukan dan juga banyak merugikan negara sehingga yang semakin sengsara adalah masyarakat miskin. Salah satu bentuk ketidakadilan pemerintah adalah ingin menaikan harga BBM untuk menutupi kekuranga BUMN per Tahun yang minus sedangkan korupsi merajalela dimana-mana yang semakin sengsara adalah masyarakat menengah kebawah sebab imbasnya semua harga kebutuhan pokok masyarakat akan meningkat juga. Jadi kesimpulannya mahasiswa melakukan aksi mewakili suara rakyat kecil agar pemerintah betul-betul menangani KKN dengan benar serta memperhatikan kesejahteraan masyarakat.

Selasa, 24 April 2012

Pandangan pasal 7 ayat 6 b dan 6 a


Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra resmi mendaftarkan permohonan uji materi atau judicial review terhadap pasal 7 ayat 6a Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara-Perubahan 2012 ke Mahkamah Konstitusi. "Pasal itu bertentangan dengan UUD 1945," kata Yusril usai mendaftarkan permohonan di Gedung MK, Jakarta. Menurut Yusril, Pasal 7 ayat 6a tersebut bertentangan dengan Pasal 33 dan Pasal 28D ayat 1 UUD 1945. Dijelaskan Yusril, pengujian tidaknya dilakukan secara materiil, tetapi juga secara formil. Sebab, pengesahan RUU APBN-P 2012 di DPR menabrak syarat-syarat formil pembentukan UU, sebagaimana diatur dalam UU No 12 tahun 2011. "Kami juga melakukan pengujian formil, yaitu menguji ketentuan pasal 7 ayat f dan 6a terhadap UU No 12 tahun 2011 tentang peraturan perundang-undangan sesuai dengan UU MK, bahwa MK berwenang menuji UU, baik materiil maupun formil,". Di samping bertentangan dengan UUD 1945, Yusril juga menjelaskan, ketentuan Pasal 7 ayat 6a telah mengakibatkan ketidakpastian hukum. Menurut mantan Menteri Hukum dan HAM ini rumusan norma dalam pasal itu masih multitafsir. "Ketika dibahas di DPR pun antar anggota DPR masih berdebat menafsirkan makna dalam ayat 6a itu," ucap dia. "Kalau dalam sebuah pasal itu ada multitafsir dia dapat dibatalkan MK. Atau MK menafsirkannya supaya dia sesuai dengan konstitusi," kata Yusril menambahkan. Ketidakpastian Hukum Menurut dia, norma di dalam ayat 6a itu mengandung ketidakpastian hukum, karena memberikan kewenangan kepada pemerintah tanpa persetujuan DPR menyesuaikan harga BBM dengan syarat bila dalam 6 bulan ini harga rata-rata ICP mengalami kenaikan atau penurunan sebesar 15 persen. Menurutnya, ketidakpastian itu juga berimbas pada masyarakat, khususnya kelas menengah ke bawah, yang menggunakan BBM bersubsidi. Misalnya tukang ojek, supir angkot, supir taksi, tukang tahu, pemilik warung, ibu rumah tangga dan lain-lain. "Kenapa dinaikkan, kapan dinaikkan, kapan diturunkan itu tidak pasti. Akibat ketidakpastian itu setiap pengguna BBM bersubsidi berada di dalam ketidakpastian. Ketidakpastian bagi ibu rumah tangga mengatur pengeluaran rumah tangganya. Tukang ojek bagaimana menentukan tarif ojek," kata Yusril yang dalam permohonan ini mewakili para tukang ojek, supir angkot, supir taksi, ibu rumah tangga, pemilik warung, dan nelayan. Ia juga menjelaskan, Pasal 7 ayat 6a itu juga tidak sesuai dengan Pasal 28D ayat 1 UUD 1945. "Pasal 28D ayat 1 kan menyatakan setiap orang berhak hidup sejahtera," katanya. Dengan adanya ketentuan ayat 6a, walaupun defacto harga BBM belum naik, kata dia melanjutkan, namun kenyataan di lapangan menunjukkan harga beberapa sembako sudah mengalami kenaikan. "Akibat kenaikan itu hak setiap orang untuk mendapatkan hidup yang sejahtera menjadi terganggu," ucapnya. Karena itu, tambah dia, meski ketentuan ayat 6a itu akan diimbangi dengan Bantuan Langsung Masyarakat Sementara (BSLM), namun beberapa barang sembako sudah mengalami kenaikan naik ketika BLSM itu belum disalurkan. "Ini akan membuat kesejahteran masyarakat makin menurun, karena bantuan itu sendiri juga belum diberikan ke keluarga miskin," ujar dia. "Karena itu ketentuan ayat 6a berpotensi bisa dibatalkan MK karena menurunkan tingkat kesejahteran rakyat," katanya. Menurut kakak kandung Yusron Ihza Mahendra tersebut, dua hal di atas sudah cukup menjadi alasan kuat bagi MK untuk mempertimbangkan pembatalan ayat 6a itu. "Sudah cukup," ucap dia. Sebelumnya, pada Sabtu dini hari 31 April 2012, dalam rapat paripurna DPR mengeluarkan penambahan ayat 6a dalam Pasal 7 ayat 6 UU APBN-P 2012. Norma dalam ayat 6a itu menyebutkan, "dalam hal harga rata-rata ICP dalam kurun waktu kurang dari enam bulan berjalan mengalami kenaikan atau penurunan lebih dari 15 persen, pemerintah diberi kewenangan menyesuaikan harga BBM bersubsidi dengan kebijakan pendukungnya". Selain itu, pemerintah juga berencana akan memberikan BLSM yang sudah dianggarkan pada APBN-P 2012 untuk 18,5 juta Kepala Keluarga yang masing-masingnya mendapat Rp150 ribu per KK. http://nasional.vivanews.com/news/read/301287-yusril-ujikan-pasal-7-ayat-6a-ke-mk